Jakarta – Sebuah video yang beredar luas di internet mengklaim bahwa pasukan Rusia memanfaatkan jaringan pipa gas tua sebagai jalur penyusupan ke wilayah pertahanan Ukraina.
Meskipun keabsahan video ini masih belum dapat dipastikan, laporan tersebut menyoroti strategi perang yang semakin tidak konvensional dalam konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun ini.
Menurut laporan Pravda pada Minggu, 9 Maret 2025, sekitar 100 tentara Rusia dilaporkan menggunakan pipa gas untuk mendekati posisi pertahanan Ukraina di dekat Sudzha pada pagi hari tanggal 8 Maret.
Pipa Gas Era Soviet Beralih Fungsi
Jaringan pipa yang disebut dalam laporan ini diyakini sebagai pipa Urengoy-Pomary-Uzhgorod, yang dibangun pada era Uni Soviet dan pernah menjadi jalur utama ekspor gas Rusia ke Eropa. Pipa ini membentang dari Siberia, melalui Kursk di Rusia, hingga masuk ke wilayah Ukraina.
Sejak Ukraina menolak memperpanjang perjanjian transit gas dengan Rusia yang berakhir pada 31 Desember 2024, pipa ini tidak lagi beroperasi. Infrastruktur yang dulunya menjadi simbol hubungan ekonomi kini justru beralih fungsi dalam dinamika perang yang terus berkembang.
Kursk: Medan Pertempuran Strategis
Wilayah Kursk, tempat insiden ini dilaporkan terjadi, telah menjadi salah satu titik konflik utama sejak Agustus 2024. Ukraina melancarkan operasi militer besar-besaran ke wilayah perbatasan Rusia sebagai respons atas serangan Moskow ke Kharkiv beberapa bulan sebelumnya.
Hingga awal 2025, pasukan Ukraina masih menguasai sekitar 585 kilometer persegi wilayah Kursk, meskipun Rusia terus berusaha merebut kembali area tersebut melalui berbagai serangan balasan.
Laporan lain juga menyebutkan bahwa Rusia telah mengerahkan pasukan tambahan, termasuk personel dari Korea Utara, guna memperkuat posisi mereka di Kursk. Kedua belah pihak mengalami korban jiwa yang besar, dengan Ukraina mengklaim telah menewaskan 15.000 tentara Rusia di Kursk, sementara Moskow menyebut lebih dari 49.000 personel Ukraina telah tewas dalam pertempuran tersebut.
Dampak Kebijakan AS dan Masa Depan Konflik
Situasi semakin kompleks dengan kebijakan terbaru dari Presiden AS Donald Trump. Pada awal Maret 2025, Washington mengumumkan penangguhan sementara bantuan militer dan intelijen untuk Ukraina. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan Ukraina untuk mempertahankan wilayahnya, termasuk di Kursk.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa operasi militernya di Kursk adalah bagian dari strategi untuk menciptakan zona penyangga yang dapat digunakan dalam negosiasi dengan Rusia. “Keberhasilan di Kursk akan menjadi alat tawar-menawar dalam diplomasi,” ujarnya dalam wawancara dengan Lex Fridman pada Januari 2025.
Namun, dengan tekanan militer Rusia yang semakin intensif dan berkurangnya dukungan dari AS, strategi Ukraina menghadapi tantangan berat.
Jika laporan mengenai penggunaan pipa gas sebagai jalur infiltrasi terbukti benar, hal ini akan menjadi contoh lain dari bagaimana perang di Ukraina terus menghadirkan taktik-taktik yang tidak terduga. Infrastruktur yang dulunya dirancang untuk kepentingan ekonomi kini beralih menjadi bagian dari strategi militer, mencerminkan betapa dinamis dan kompleksnya konflik ini.